Wednesday, September 21, 2016

HUKUM ZAKAT BAGI ORANG GILA

A. Zakat Harta Orang Gila dan Anak-Anak
Para ulama sependapat tentang wajibnya zakat pada kekayaan seorang muslim dewasa dan waras, tetapi tidak sependapat tentang wajibnya zakat pada kekayaan anak-anak dan orang gila.
 Dalam hal wajib tidaknya mengeluarkan zakat atas harta anak-anak dan orang gila, para ahli fiqih berbeda pendapat,
 Ada golongan yang mengatakan bahwa kekayaan atau sebagian kekayaan mereka tidak wajib zakat, dan ada pula golongan yang berbeda pendapat bahwa kekayaan mereka wajib zakat.
 Golongan yang berpendapat tidak wajib zakat, yaitu:
1.      An-Nakho'i dan Syarih. Al-Hasan dan Ibnu Syibramah mengatakan bahwa kekayaan anak yatim tidak terkena zakat kecuali tanah dan ternak.
2.      Mujadi berbeda pendapat dalam kitab Al-amwa bahwa semua kekayaan anak yatim yang berkembang, seperti lembu, kambing, tanaman, atau kekayaan yang diperduakan harus dikelurkan zakatnya. Tetapi kekayaan yang tidak bergerak tidak wajib dikeluarkan zakatnya sampai ia dewasa dan diserahkan kepadanya.
3.       Abu Hanifah dan kawan-kawannya mengatakan bahwa zakat itu hanya mengenai hasil tanaman dan buah, tidak kekayaan yang lain dari itu.
Alasan mereka berpendapat demikian yaitu bahwa zakat adalah ibadah murni seumpama shalat, dan ibadah memerlukan niat, sedangkan anak-anak dan orang gila tidak mempunyai niat itu, dan oleh karena itu ibadah tidaklah wajib atas mereka. Bila shalat tidak sah  karena tidak niat, maka zakat berarti harus pula tidak sah karena sebab yang sama.
Pernyataan itu didukung oleh Hadits Rosulullah SAW :
رفع القلم عن ثلاثة.عن الصـبي حتى يبلغ.عن النائم حتى يستيقظ.وعن المجنون حتى يفيق
"Pena terangkat dari tiga orang : dari anak-anak sampai dewasa, dari orang tidur sampai bangun dan dari orang gila sampai waras".
Terangkatnya pena " berarti bebas dari tuntutan hukum".karena hukum hanya dibebankan kepada orang yang memahami maksud hukum, sedangkan anak-anak dan orang gila, dan orang tidur tidak mungkin memahami maksud tersebut.
Alasan tersebut dikuatkan lagi dengan ayat Al-Qur an : "Pungutlah zakat dari kekayaan mereka, kau sucikan dan bersihkan mereka dengannya".
"Pembersihan" tentulah dari dosa, padahal anak-anak dan orang gila tidak berdosa yang perlu dibersihkan dan disucikan. Oleh karena itu keduannya tentulah tidak termasuk kedalam orang-orang yang harus membayar zakat.
4. Adapun golongan yang berpendapat apapun kekayaan anak-anak dan orang gila wajib zakat adalah para sahabat, tabi'in (generasi kedua), dan generasi selanjutnya.




Mereka beralasan bahwa keumuman teks ayat-ayat dan hadits-hadits shohih yang menegaskan secara mutlak wajibnya zakat atas kekayaan orang-orang kaya, tidak terkecuali apakah mereka anak-anak ataupun orang gila. Misalnya firman Allah SWT : "tariklah zakat dari kekayaan mereka, kau sucikan dan bersihkan mereka dengannya".
Abu Muhammad bin Hazm mengatakan bahwa ayat itu berlaku umum baik untuk anak-anak maupun dewasa dan baik yang waras dan yang gila, oleh karena mereka memerlukan pembersihan dan pensucian dari Allah SWT, dan karena mereka semua adalah orang-orang yang beriman.
Nabi bersabda :
فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة في أموالهم تؤخذ من أغنيا ئهم وترد على فقرائهم
"Ajarkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat yang dipetik dari kekayaan orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang miskin diantara mereka".
Anak-anak dan orang gila hanya terlepas dari kewajiban zakat apabila mereka miskin, oleh karena itu harus berzakat apabila mereka kaya. Ibnu Hazm mengatakan bahwa hadits itu berlaku umum bagi siapapun.
Alasan kedua mereka adalah adanya hadits yang diriwayatkan oleh Syafi'I dengan sanad Yusuf bin mahak."terimalah oleh kalian zakat harta anak yatim atau harta-harta kekayaan anak-anak yatim yang tidak mengakibatkan kekayaan itu habis".
Meskipun hadits ini mursal, namun Syafi'I mendukung hadits tersebut berdasarkan kesamaannya dengan hadits-hadits lain dan dengan kenyataan bahwa para sahabat mewajibkan zakat atas kekayaan anak yatim.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi :
قال : رسول الله صـلى الله عليه وسلم : اتجروا في أموال اليتامى حتى لاتأكلها الزكاة
"Siapa yang mengasuh anak yatim, niagakanlah kekayaannya, jangan dibiarkan saja, supaya tidak dimakan oleh zakatnya".
Dapat dipahami dari hadits tersebut adalah bahwa Nabi memerintahkan pengasuh-pengasuh anak yatim khususnya dan masyarakat Islam umumnya agar berbuat sesuatu untuk mengembangkan kekayaan anak-anak yatim, dan jangan membiarkannya begitu saja tanpa pengembangan dan meninvestasikanya untuk sedekah.
Alasan ketiga yang mereka kemukakan adalah maksud hakiki yang rasional dari kewajiban zakat. Menurut mereka tujuan hakiki zakat adalah membantu orang-orang yang kekurangan dengan kekayan orang-orang kaya disamping untuk berterimakasih kepada Allah dan membersihkan kekayaan tersebut. Kekayaan anak-anak dan orang gila mempunyai potensi untuk berkurang dan bertambah, oleh karena itu tidak terhindar dari zakat.
Selain dari pada itu para fuqoha pun telah ijma', bahwa zakat harus dikeluarkan dari hasil pertanian mereka. Adapun keharusan untuk mengeluarkan zakat dari mereka bukan karena taklif, tetapi dari segi pengakuan bahwa mereka berhak memiliki harta kekayaan, sehingga sebagai konsekwensinya harus membayar zakat, karena menyangkut kepentingan dan kemaslahatan umum dan juga untuk mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi masyarakat (termasuk orang gila dan anak-anak itu sendiri).
Pengambilan zakat tersebut termasuk sebangsa pajak bangunan gedung. Pemerintah memungut pajak gedung-gedung tanpa melihat pemiliknya gila atau masih usia anak-anak. Pengambilan tersebut ditagih kepada walinya yang mengasuh harta itu.
Bila jalan pikiran itu diterima, maka seorang pengasuh mengeluarkan zakat itu karena zakat tersebut adalah wajib. Mengeluarkan zakat dari kekayaan mereka itu dipandang sama dengan mengeluarkan zakat dari kekayaan seorang dewasa yang waras. Sedangkan pengasuh bertindak atas nama pemiliknya  karena zakat wajib pula bagi anak-anak dan orang gila, maka pengeluaran zakat oleh wali berarti wajib pula.
Menurut madzhab Hanafi, bila wali merasa khawatir anak itu setelah dewasa dan orang gila itu setelah waras menuntut pembayaran kembali yang telah dikeluarkannya, maka ia seharusnya menyerahkan persoalan tersebut kepada hakim yang berpendapat zakat atas kekayaan anak-anak dan orang gila wajib, agar mendapat keputusan bahwa zakat dari kekayaan mereka harus dikelurkan.
A.    Analisa
Fakta menunjukan bahwa dalil-dalil yang dikemukakan pada sahabat, tabi'in, dan orang-orang setelah generasi itu, bahwa zakat kekayaan anak-anak dan orang gila itu wajib, lebih kuat dari pada dalil-dalil yang menyanggahnya. Berlakunya dalil-dalil umum itu baik untuk laki-laki maupun perempuan dan baik untuk orang yang waras maupun untuk orang gila adalah benar dan tidak ada kelemahannya. Penekananya adalah kekayaan orang-orang kaya yang oleh dalil-dalil Al-Qur an dan hadits itu tidak disyaratkan harus seorang dewasa yang waras.
Bila ditinjau maksud pensyari'atan zakat yang masuk akal, zakat adalah hak orang-orang melarat dan hak orang-orang lainnya yang berhak didalam kekayaan orang-orang kaya. Hal tersebut dapat dilihat dari firman Allah :"Orang-orang yang didalam kekayaan mereka terdapat hak-hak bagi peminti-minta dan orang-orang yang berkekurangan", dan "zakat adalah untuk orang-orang yang tidak berkecukupan dan orang-orang miskin".
Orang gila dan anak-anak merupakan orang-orang yang pada tempatnya berkewajiban memberikan hak-hak yang berdsifat materi dan orang-orang lain secara manusia, oleh karena itu pada tempatnya pula berkewajiban membayar zakat.
Berdasarkan hal itu pendapat kita bahwa zakat diwajibkan atas kekayaan ank-anak dan orang gila dengan syarat-syarat yang telah kita perjelas bahwa kekayaan yang wajib dizakati itu harus melebihi dari kebutuhan pokok.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat diberi kesimpulan, yaitu :
  1. Para ulama berbeda pendapat mengenai wajib tidaknya anak-anak dan orang gila mengeluarkan zakat hartanya.
  2. An-nakhi'i, Al-Hasan,Syuraih, dan Abu Hanifah beserta kawan-kawannya mengatakan bahwa anak-anak dan orang gila tidak wajib untuk mengeluarkan zakat hartanya. Adapun harta yang wajib dikeluarkan menurut mereka yaitu hanya tanaman dan ternak yang dapat berkembang atau dikembangkan.
  3. Para sahabat,tabi'in, dan generasi selanjutnya mengatakan bahwa apapun kekayaan yang dimiliki oleh anak-anak yatim dan orang gila wajib dizakati.
  4. Kewajiban mengeluarkan zakat dilakukan oleh wali dari anak-anak yatim dan orang gila yang mengurusi harta mereka, sampai anak itu dewasa dan sampai orang gila itu waras kembali, dan diserahkan kepadanya.


Daftar Pustaka
·         Prof.Dr.H.Ismail Muhammad Syah, S.H. dkk, Filsafat Hukum Islam PT.Bumi aksara, 1999, Jakarta
·         Dr.M.Yusuf Qardlawi, Hukum Zakat, Utera Antar nusa, Jakarta, 1973.
·         Drs.Slamet Abidin. Dkk, Fiqih Ibadah, CV.Pustaka Setia, Bandung, 1998

1 comment:

Featured Post

Kepercayaan orang Jawa sebelum Islam